Minggu, 16 Oktober 2011

Kemana Ikrar Sumpah Pemuda itu?


Betapa kayanya negeri ini. Sumber daya alam yang melimpah, dari puncak Jaya Wijaya hingga lapisan tanah terdalam menyimpan mutiaranya masing-masing. Lautan membentang luas beserta isinya, melengkapi suburnya zamrud khatulistiwa.
            Kebudayaannya pun melimpah ruah. Terdiri dari berbagai suku dengan segala budaya khasnya, adat dengan segala nilai sosialnya, ras, agama, dan termasuk pula bahasa. Tak ada yang sekaya Indonesia dalam hal bahasa. Indonesia merupakan Negara dengan suku bangsa yang terbanyak di dunia. Terdapat lebih dari 740 suku bangsa/etnis, dimana di Papua saja terdapat 270 suku. Menggunakan 583 bahasa dan dialek dari 67 bahasa induk yang digunakan berbagai suku bangsa tersebut seperti bahasa Betawi, bahasa Sunda, Bahasa Jawa, bahasa Bugis, bahasa Maluku dan sebagainya.
            Namun dari ribuan kebudayaan yang dimiliki, tidaklah lantas menjadikan bangsa besar Indonesia yang terdiri dari beragam suku bangsa tersebut bercerai-berai. Tanggal 28 Oktober 1928, menjadi tonggak awal kebulatan tekad untuk berbangsa, bertanah air dan berbahasa yang satu, Indonesia. Semangat ‘Bhinneka Tunggal Ika’ pun menjadi perekat persatuan negeri ini.
            Tak hanya itu, bahasa Indonesia menjadi salah satu dari 4 bahasa di dunia yang telah mendapatkan Surat Keputusan (SK) PBB sebagai bahasa nasional. Pada era Orde Lama dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno pun, Indonesia berhasil memperlihatkan jati dirinya sebagai bangsa kepada dunia. Raungan nama Indonesia semakin tajam ketika bung Karno membawakan pidatonya di PBB pada tahun 1985, menjadikan seluruh mata dan decak kagum tertuju pada Indonesia.
            Sayang, itu hanyalah cerita kejayaan masa lalu. Sekarang bangsa Indonesia sendiri seakan malu pada jati diri yang di embannya. Kita lebih memilih untuk mempelajari bahasa dari bangsa lain dengan alasan globalisasi. Seolah kita lebih percaya diri jika kita dapat bercakap bahasa asing dengan lancar dan malu jika tidak menguasainya. Tapi ketika salah dalam berbahasa Indonesia, itu dianggap hanya hal yang sepele. Bahasa Indonesia yang telah kita ikrarkan sebagai bahasa persatuan kini seakan diperkosa. Tak menutup kemungkinan, kaidah tata bahasa yang baik dan benar akan menjadi tumpukan arsip usang belaka.
            Yang disayangkan, bukan hanya masyarakat awam yang mengutak-atik bahasa Indonesia, tetapi pemimpin negara yang seharusnya menjadi contoh pun seolah lebih percaya diri menggunakan bahasa asing dalam pidato kenegaraannya. Padahal jelas di dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, khususnya pasal 28 menyebutkan, bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri. Lebih ditegaskan lagi dalam UU yang sama, dalam pasal 32 ayat 1 juga disebutkan bahwa, bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono justru memilih bahasa Inggris dalam pidato pembukaan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-16 Gerakan Non-Blok (GNB) di Grand Hyatt Hotel, Nusa Dua, Bali.
            Akhirnya yang terjadi kemudian, pesan yang diucapkan menjadi tidak sesuai dengan apa yang mungkin ingin disampaikan. Dalam sambutannya kepada peserta Overseas Private Invesment Corporation (OPIC) di Hotel Sangri La, 4 Mei lalu, SBY sempat mengeluarkan canda.
“Saya ingin menyampaikan penghargaan saya kepada Overseas Private Investment Corporation untuk pekerjaan yang sangat baik dalam mengorganisir pejabat pemerintah dan masyarakat bisnis. Pertanyaan saya adalah apa yang membawa kalian begitu lama untuk ke sini (Indonesia)?” kata SBY dalam bahasa Inggris disambut tawa ratusan pengusaha Amerika. (detik.com, 3 Juni 2011)
            Kita sebagai bangsa sudah seharusnya bangga akan bahasa yang dimiliki. Mempelajari bahasa asing memang perlu, tapi mendalami bahasa sendiri lebih penting lagi. Penulis sangat kagum pada bangsa Jepang yang sangat menghargai tradisi yang mereka miliki. Lihatlah bangsa itu sekarang. Mereka telah menjadi sumber kekuatan baru dunia. Bahkan jika kita ingin menuntut ilmu di negeri mereka, maka kita yang harus mempelajari bahasa mereka. Semoga perkembangan dan penggunaan bahasa Indonesia dapat lebih pesat lagi dalam menjawab tuntutan zaman dan ikrar sumpah pemuda sebangsa, setanah air dan bahasa yang satu yaitu Indonesia dapat menggelora dalam dada para pemuda bangsa.

Tidak ada komentar: