Kamis, 26 April 2012

Lama tak berjumpa nih lovers. :D
Tak terasa pula saya telah berada di tempat ini, tempat yang awalnya asing bagiku, tempat yang bagai hutan rimba dengan jutaan "singa" yang siap menerkamku kapan saja. Tempat yang menampung orang terkaya hingga termiskin sekalipun. Tempat yang mewadahi berjuta ras yang beraneka karakter. Pusat kriminalitas, orang berotak bulus yang menyengsarakan, hingga anak-anak berpisau yang menggertak. Namun di tempat ini pula saya menemukan kemandirian, serta kebebasan tiada tara. Mungkin hanya Tuhan yang dapat membatasi gerak-gerikku akan nafsu di tempat ini. 8 bulan... Waktu yang cukup untuk seorang bayi dapat mendengar dan melihat dunianya, merasakan hembusan angin dan belaian mentari pagi.

 Cukup banyak orang yang kutemui. Mulai dari berhati baik, namun entah bertopeng asli. Berkata lembut, namun entah bernurani penguntit. Bahkan teman terdekat yang memenuhi sepanjang hari namun entah perampok dalam selimut di tengah teriknya matahari. Namun kucoba untuk memahami warna itu, walau terkadang aku memilih diam dalam setiap tanda tanya di jidatku. Mencoba menjadi seperti batu. Walau terus terseret derasnya arus sungai, namun ia tetap mempertahankan esensinya, sebuah batu yang kuat. Bahkan tak takut meskipun ia tahu akan menuju dan berdiam di dasaran lautan yang teramat luas dan dalam.


Yah, banyak yang bisa kutemukan di sini. Dan pada kesempatan ini akan ku coba menceritakannya sepenggal. Pernahkah sobat sekalian merasakan bagaimana ketika kita berusaha berbuat baik namun berbalas suatu keburukan yang menusuk? Bagai air susu di balas air tuba, mungkin itulah pepatah yang dapat menggambarkannya. Memang suatu balasan itu bukanlah tujuan akhir dari kebaikan kita. Tapi ketika suatu perlakuan kita "membaik" kepada orang lain, karena suatu prinsip "apalah arti diriku jika tak mampu memberikan manfaat bagi orang lain". Semua kulakukan demi memberikan manfaat untuk kebaikan orang lain. Bahkan terkadang ku korbankan diriku demi mewujudkan prinsipku itu. Memang kebahagiaan itu begitu mengalir setelah melakukan kebaikan. Bagai menemukan setitik oase di padang pasir, seperti itulah yang ku rasakan. Senyum tersungging pun tak lepas ketika melihat orang lain tertawa lebar.
Teletubbis : Aku ingin tertawa ikhlas seperti mereka
Namun di sisi kehidupan lain yang telah ku jalani, ada masa aku merasa jijik ketika kulihat orang yang kupandang baik, santun nan bersahaja awalnya, ternyata malah menunjukkan kebobrokannya. Sebegitu liciknya kah ia hingga berhasil menjadi bagian tempat ini? Rumah emas namun berjejak lumpur pekat. Bagaimana pula rasanya ketika kita senantiasa memberikan berita kebaikan, dengan tujuan agar bisa saling berbagi kesempatan menuju impian yang didambakan. Namun, ketika aku membutuhkan suatu "berita" yang juga ku butuhkan, tapi ternyata "berita" itu hanya tersebar dikalangan orang-orang yang (dalam kurung) bersekongkol, atas nama teman seperjuangan mungkin. Keesokan harinya ada berita "ia lulus dalam ini itu", aku sangat senang akan berita itu. Akhirnya ada yang berhasil meraih apa yang diusahakannya. Namun di lain pihak, hati nuraniku tak dapat berbohong akan ke-iri-an yang tercipta. Kenapa aku tak pernah mendapatkan berita akan kesempatan itu. Apakah "berita" itu sengaja di sembunyikan dari pendengaranku? Entalah! Tapi kini aku telah bergumam, "Oke, permainan di mulai" dan aku akan baik-baik saja. Selamat berbahagia dengan kehidupanmu.

Pernah pula kah kita merasakan, ketika kita ingin meraih suatu kesuksesan. Namun mendapatkan halangan yang begitu besar. Ku katakan besar karena halangan itu muncul dari orang yang telah kita anggap "sahabat". Aku ingin meraih itu. Namun karena sahabatku ingin itu, ia terus mencecoki untuk membatalkan niatku dalam upaya meraih inginku tersebut. Kembali nuraniku kalah oleh logikaku. Walau belum memastikan, aku mendengar logika yang bodoh mungkin. Aku ingin maju bersama-sama meraih mimpi itu. Tapi terlanjur sahabatku kepala batu mungkin, hingga tak ingin lagi sekelas denganku.  Demi kedamaian dan kebahagiaanmu, biar saja ku lepas impian ini,wahai sahabatku. Semoga engkau bahagia akan tindakanmu ini. Semoga impianmu benar-benar dapat kau wujudkan, meski kita tak sepenuhnya bersama lagi. 

 
I dont know how i feel?! Maybe you can feel my feeling. "Merelakan bukan berarti menyerah, namun menyadari tak semuanya dapat di paksakan". Namun HIDUP TAK SEMUDAH UNGKAPAN ITU. Bagai penghapus yang tak pernah menyesal membersihkan segala kesalahan yang dibuat sebuah pensil, walau penghapus menyadari bahwa tubuhnya makin lama semakin mengkerut, demi kebahagiaan orang lain.
Semangat and keep smile :))


Tidak ada komentar: