17 Februari 2013
Hari ini merupakan hari
yang sangat melelahkan. Bagaimana tidak? Tidur pukul 01.00, dan diharuskan
terbangun lagi jam 02.33. Dengan mata yang masih berat, namun hati tetap penuh
semangat menyusuri jalan dari Mampang menuju Pasar Senen.
Tidak sampai disitu,
dengan mengendarai motor, ternyata hujan deras mengguyur Jakarta malam itu.
Sesekali singgah dibawah jembatan penyebarangan halte Mampang Prapatan, lalu
mencoba melawan rintikan air dan kembali singgah di salah satu emperan toko di
wilayah Rasuna Said, Kuningan. Lama menunggu, ternyata riskan juga. Akhirnya
kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan “memburu peluru” (baca : kue)
walau langit tak juga menampakkan cerah.
Sesampainya di salah
satu ruas jalan, tiba-tiba sebuah mobil dengan angkuhnya lewat dan menyipratkan
genangan air hujan hingga membasahi seluruh badan kami yang hanya mengenakan
motor. Tak ubahnya seperti bermain di wahana permainan air Ancol. Parahnya
lagi, orang yang nongkrong di Sevel malah hanya menertawakan kami. Dengan
pakaian basah kuyup dan hawa subuh yang masih dingin, kami menerobos hujan. Orang
ber-ada memang terkadang angkuh, lebih mementingkan ego daripada peduli orang
kecil. Yasudahlah. Sekarang aku tau rasa bagaimana menjadi orang “kecil” dan
bersikap sebagai orang “besar”.
Sesampainya d Tugu Tani,
kami lupa arah menuju Senen itu kemana. Hanya mengandalkan insting, kamipun
sempat nyasar. Satu-satunya cara yaitu bertanya pada orang sekitar. Mata kami
lalu tertuju pada seorang bapak menarik gerobak. Umurnya sekitar 50 tahun
menurutku. Dengan penuh kebersahajaan dan tenang, bapak itu menjelaskan arah yang
harus kami tempuh. Satu lagi pelajaran yang ku ambil, betapa keras perjuangan
bapak itu untuk bertahan hidup hingga harus menarik gerobak lusuhnya menyusuri
jalan ibukota dini hari. Dan ternyata orang “kecil” malah lebih santun dan
peduli untuk saling membantu sebisanya. Yah itulah roda kehidupan, tentunya semua
akan berputar.
Dengan modal petunjuk
bapak itu, akhirnya kami sampai juga ditempat yang kami tuju. Ternyata ada rutinitas
kehidupan subuh juga di sini. Yah hidup memang keras. Tambahan pengalaman lagi,
aku dapat belajar berkomunikasi, mengeluarkan jurus tawar-menawar untuk
memperoleh harga semurah mungkin dari satu aa’ ke ibu yang lain. Dengan
bangganya bisa dikatakan kami sedikit berhasil dalam hal bermain kata.
Setelah bertumpuk-tumpuk
kue telah ditangan, kami kembali ke kampus dan bersiap-siap menunggu teman kami
yang lain yang bertugas menjajakannya di TKP (Monas-Senayan). Senangnya lagi,
kue nya laku dan keuntungan yang kami peroleh mencapai hampir 500rb. Sangat
berarti bagi mimpi kami.
Hidup memang keras!!
Namun manusia juga diberikan pikiran dan hati yang kuat untuk menaklukkannya.
Kita hanya butuh kesabaran dan keihlasan serta menikmati setiap proses yang
dijalani. SEMANGAT!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar