Rabu, 09 Oktober 2013

21th Life Story

Maret 1992
Seorang janin sedang bergumul dengan pikirinnya sendiri. Dia baru saja bertemu Tuhan untuk membicarakan kemantapannya. Ia sendiri sebenarnya belum begitu yakin, mampukah ia memegang amanah maha dahsyat itu? Begitu membuat pikirannya ruwet. Apakah ia mampu menjalankan apa yang dia janjikan? Apakah ia mampu menjadi seseorang yang taat sesuai harfiah penciptaannya? Apakah ia mampu memegang, atau minimal tidak merusak tauhidNya? Apakah ia bisa menjadi khalifah tanpa berbuat kerusakan nantinya? Apakah ia mampu memeluk bangga rumah tempat ia dititipkan nanti? Ataukah malah dia hanya menjadi sampah yang tak mampu berbuat apa-apa melawan takdirnya nanti?
Ia mencoba menatap sesuatu cahaya putih yang katanya bernama malaikat. Namun sayang dia tidak mendapat jawaban. Ini adalah keputusannya.

Agustus 1992
“Begitu nyaman dan hangatnya berada dekat hati wanita ini” katanya. Dia juga sering mendengar suara samar-samar seorang pria berbisik tak sabar nemunggunya. Ia begitu bahagia dengan semua asupan yang ia cerna setiap saat. Dia mulai mengenal rasa. Dia mulai mengenal dan menikmati setiap detak yang mengalun. Begitu indah. Ia semakin mantap untuk menjadi seutuh mungkin. Tak jarang ia menendang selaput yang menyelimuti dirinya, memastikan dan mengabarkan bahwa ia siap untuk bermain di luar sana.

September 1992
Ia kembali terdiam dihadapan Tuhan. Berdialog tentang apa yang akan menjadi kewajibannya kelak, untuk Tuhannya. Hampir sama dengan suasana beberapa bulan lalu. Namun kini ia lebih yakin dan melontarkan keceriaan pada setiap jawabannya.
 “Ya Kau adalah Tuhanku, dan saya siap menggenggam janji ini, selalu ingat kepada-Mu, dan berguna bagi semesta.” lantangnya sambil memegang erat janji di kedua telapaknya.
Sempat terdiam beberapa lama, hingga Tuhan mengiyakan.
“Baiklah. Peganglah janjimu itu, jadi khalifah di muka bumi” kata Tuhan.

Akhirnya janin itupun keluar dari rahim ibunya. Entah kenapa ia tiba-tiba cemas. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia kini benar-benar berpisah dari kenikmatan Tuhan langsung yang ia dapatkan kemarin tanpa perantara. Matanya buram terkena silau yang entah begitu terik.
Tak lama ia mendengar lantunan adzan berkumandang. Begitu damai.
Ia kini berada dalam dekapan hangat seorang wanita, yang ia sebut mama. Begitu tenang ia rasa.
Ia membuka matanya kembali perlahan. Beberapa makhluk bercahaya putih masih mengitarinya, lalu kemudian menghilang perlahan. Berganti dengan muka-muka orang yang begitu asing dengan wajah sumringah di sekelilingnya. Ternyata dunia tak semenakutkan yang ia bayangkan. Begitu banyak warna yang sangat indah. Ia kini menjadi manusia seutuhnya. Kembali memeluk, menikmati kehangatan itu lagi dan memejamkan matanya.

September 2013
Kini bayi itu telah dewasa. Usianya bahkan sudah berkepala dua, yang dalam hitungan matematika berjumlah 21 tahun. Artinya, ia sudah cukup lama merasakan pahit getirnya kehidupan. Menarik memang, namun penuh liku. Ada warna hitam yang begitu pekat, namun ia mencoba memberikan sentuhan lain, menikmatinya!
Kehidupannya berputar silih berganti. Matahari terbenam berganti malam temaram, begitu seterusnya. Ia kini hidup sendiri di sebuah kota, yang sesungguhnya sangat asing baginya. Tanpa ada keluarga dekat, hanya ada teman dan sumpeknya aktivitas diantara gedung pencakar langit. Inginnya sederhana, ingin menikmati saja hidup ini dengan santai, meraih masa depan dan keluar dari melarat. Yah, 2 tahun sudah dia berada di tempat bernama Jakarta.

1 Januari 2011
Dia menulis mimpi-mimpinya. Memang dia hanya seorang pemimpi yang hanya berharap mimpi itu dapat terwujud. Dari mimpi yang awalnya hanya celoteh, kemudian dapat tiba-tiba berubah menjadi buas, mengalahkan setiap tembok, lantas menemukan jalannya yang “ada-ada saja” dari Tuhan yang dia temui 20 tahun lalu.
Dia berkeinginan memiliki dampak pada suatu organisasi di kampus. Sekaligus ingin berprestasi bersama-sama. Ia pun mencoba hampir semua organisasi yang ada di kampus. Keluar masuk tak ada yang pasti.
Hingga akhirnya dia menemukan kenyamanan yang begitu hangat di sebuah keluarga kecil. Bertemu setiap hari, bersenandung bersama, tertawa bersama, bercerita bersama, itu yang kemudian mengikatnya di Paramadina Choir, sebuah organisasi kemahasiswaan paduan suara. Mengikatnya tanpa paksa dan tentu tanpa syarat.

18 Oktober 2012
Dia kemudian terpilih menjadi ketua Paramadina Choir. Dari sinilah awalnya dia bermimpi kembali. Dia ingin dunia tahu ada sekelompok kecil, sangat kecil bahkan, yang berjuang dari nol, putih polos. Awalnya memang lulu, suatu mimpi yang tak wajar. Mana mungkin tanpa pengalaman kompetisi dalam negeri sudah berani bermimpi ingin Go Internasional? Lucu memang!
Tapi inilah keunikan orang-orang dalam kelompok ini. Akhirnya dia memasang strategi sederhana : membulatkan keyakinan anggota, membangun keyakinan pelatih dan membuat yakin orang-orang di luar sana.
Yang tersulit adalah meyakinkan diri orang-orang dalam.

November 2012
Kompetisi tahunan yang tim ini ikuti. “Mungkin disinilah saatnya saya harus membuat pijakan awal” pikirnya.
Dia berikrar dan menyampaikan tekadnya kepada anggota, “Bantu saya untuk disiplin latihan, dan sama-sama kita curi nama di event ini. Kalau sampai nanti kita dapat gelar, maka yakin kita bisa lebih tinggi lagi”.
Benar saja. 24 November 2012 menjadi hari bersejarah. Mereka memperoleh gelar yang begitu membanggakan. Bukan prestasinya, namun usaha untuk mencapai prestasi itu.

Desember 2012
Dia begitu sibuk mencari dan mengumpulkan semua informasi terkait kompetisi Internasional. Sembari itu, dia mencoba mendekati pelatih meski masih penuh keraguan, “Kak, kita sudah sampai level ini. Apakah kakak mengizinkan kita untuk mencoba ke level lebih tinggi?”
Dan tak disangka, pelatih memberikan respon yang tak disangka, “Silahkan kumpul semua informasi, nanti kita pilih sama-sama”.
Segera dia merangkum semua informasi. Begitu banyak pilihan. Dan akhirnya jatuh pada salah satu kompetisi International di Vietnam.

Begitu banyak nada sinis yang datang. Wajar memang. Dia haya mencoba untuk sabar dan tersenyum santai, “Lihat saja!” pikirnya.
Sempat ada suatu fase dimana semua anggota merasa down dan benar-benar berada pada titik jatuh balik. Entah itu dana yang tidak mencukupi dan hambatan lainnya. Mungkin kita harus berhenti saja? Dia juga merasakan perasaan yang sama, namun itu bukan cara yang dia pilih. Dia memendam semua rasa menyerah itu, lalu dia tersenyum. Dengan begitu, dia mampu kembali menularkan keyakinan berusaha pada tim, meskipun dia juga begitu merasakan perasaan yang sama. Dia ingin menumpahkan kelelahannya, tapi pada siapa? Tak mungkin dia menceritakan pada sahabat-sahabatnya yang juga menjadi bagian tim itu.

Juni 2013
Ternyata meskipun berpisah sementara secara fisik dengan Tuhan, namun Tuhan masih memegang erat tangannya. Dia kini tak percaya ada tembok penghalang yang begitu kokoh. Setajam-tajamnya duri, namun kelembutan mimpi mampu melunakkannya. Dan kepercayaannya pada Tuhanlah yang mewujudkan semua. Tim Paramadina Choir berhasil meraih 2 medali emas sekaligus di kompetisi bertaraf Internasional. Anak kecil yang bermain di lautan, dan berhasil memancing di kerasnya ombak saat itu. Mereka memang tim hebat!

26 September 2013
Betapa bersyukurnya dia kepada Tuhannya. Begitu banyak pelajaran yang dia raih. Begitu banyak ujian keimanan yang harus dia lewati. Dia kini hanya menikmati setiap inchi di atas kanvasnya. Tak salah mungkin jika dia menuliskan sekaligus mengingat mimpi-mimpi yang dia tuliskan dulu :
1. Lulus S1 pada bulan April tahun 2015 dengan predikat memuaskan.
2. Mendapat pekerjaan sebagai praktisi periklanan kreatif tahun 2014.
3. Naik haji bareng mama papa tahun 2018.
4. Bangun rumah pribadi tahun 2017.
5. Menikah di tahun 2020 dengan isteri shalehah (kalau ini jodoh pasti bertemu lah ya :D )
6. Meraih IPK minimal 3.8 tahun 2013.
7. Membawa Paramadina Choir berjuang di tingkat International 2013 (TEREALISASI)
8. Dapat medali emas paduan suara atau minimal 2nd Place di tingkat Nasional (TEREALISASI).
9. Tamatkan Al-Qur’an tahun 2013 dan berusaha terus agar shalat tidak bolong-bolong (SEDANG DIUSAHAKAN)
10. Belajar hidup mandiri tanpa begitu tergantung pada orang tua lagi.
11. Magang di Advertising Agency tahun 2013 (Mungkin belum bisa terealisasi, tapi sudah menemukan peralihan di tempat lain).

Well, semoga kehidupannya semakin baik dan tetap dalam koridor Tuhan.
Terima kasih atas surprise party dengan martabak keju lezatnya sohib kesayangan. Terima kasih celana jeans dan baju kaos “My Gentleman Brother”nya brosis. Ini mengharukan karena saya saja tidak pernah memperhatikan penampilan luar saya, tapi teman-teman saya begitu perhatian dan tersentuh melihat “resleting” saya yang kebuka. Hahahaha :D

Terima kasih juga buat yang sudah mendoakan. Sukses untuk kalian semua. Sampai jumpa di umur yang lain :D

Tidak ada komentar: